Categories

Friday, 15 August 2014

Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus



Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus
Madrasah Salafiyyah Berorientasi Global

Awalnya, lembaga pendidikan yang kini menginjak usia 81 tahun ini hanyalah madrasah diniyah. Kini, lembaga pendidikan ini terus berkembang dan memiliki 9 unit pendidikan dengan peserta didik tidak kurang dari 3500 siswa.

LOKASINYA strategis, hanya 600 meter sebelah utara Masjidil Aqsha (Menara Kudus). Tepatnya di desa Kajeksan, Kecamatan Kota Kudus. Madrasah ini didirikan oleh KH Ahmad Hadziq dan KH Abdul Muhith, dua ulama terkemuka di Kudus, pada tanggal 7 Jumadil Akhir 1347 H bertepatan dengan 21 Nopember 1928 M dengan nama Tasywiquth Thullab.

Pada awalnya, madrasah ini hanya memberikan kajian dari kitabkitab kuning sehingga disebut Madrasah Diniyyah. Namun, seiring perkembangan zaman dan kebutuhan akan pendidikan umum, maka pada tahun 1935 seorang tokoh muda Kudus, KH Abdul Jalil (ahli falak Nasional) sepulang dari perguruan tinggi di Saudi Arabia berinisiatif menambahkan sedikit pengetahuan umum. Tak hanya itu, ia juga memberikan tambahan nama School di belakangnya menjadi Tasywiquth Thullab School, dengan singkatan TBS. Ini merupakan strategi Kiai Jalil agar tidak dicurigai pemerintah kolonial. Sejak itu, TBS mulai menggeliat dan menunjukkan perkembangan.

Selain madrasah ibtidaiyah yang sudah ada sejak awal mula didirikan, barulah pada tahun 1950 dibuka MTs. ”Sedangkan Madrasah Aliyah TBS baru berdiri tahun 1972,” kata KH Mustofa Imron, S.HI, Kepala MA TBS. Ketiga unit pendidikan di atas dikhususkan untuk putra dan masuk pagi hari.

Karena banyak permintaan dari masyarakat untuk membuka pendidikan bagi kaum hawa, maka pada tahun 1988 dibukalah Madrasah Diniyyah Putri (MADIPU) yang masuk siang hari. Dilanjutkan dengan dibukanya Taman Pendidikan AlQur’an (TPQ) TBS tahun 1990 dan Madrasah Ilmuilmu AlQur’an (MIQ) TBS tahun 1992 yang masuk sore hari.

Namun, menurut KH Choiruzyad TA, kepala pengurus Madrasah TBS, pada 1982 nama belakang School diganti dengan Salafiyyah oleh KH Turaichan Adjhuri, selaku dewan penasehat dan tokoh perintis Madrasah TBS Kudus. Hingga kini nama tersebut menjadi ciri khas TBS, bahkan seolah membawa barakah tersendiri, sebab setelah ditambahkan Salafiyyah, TBS terus bertambah maju. Sebagai penghormatan, hingga kini nama KH Turaichan Adjhuri diabadikan sebagai nama jalan madrasah ini berada.

Pada tahun 1992 karena kepentingan akreditasi, Madrasah TBS bernaung di bawah Yayasan Arwaniyyah Kudus, yang juga menaungi Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus. Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses akreditasi dan mempunyai visi dan misi yang sama. Selain itu, Yayasan Arwaniyah juga berada di bawah kendali salah seorang sesepuh Madrasah TBS Kudus, yaitu KH Muhammad Arwani Amin.

Pendidikan Sesuai Kebutuhan

Yang menjadi ciri khas sekaligus tantangan, bagi mereka yang tidak bisa lulus test masuk ke MTs dan MA, maka agar tidak mengulang di MI atau MTs terlalu lama, Madrasah Persiapan Tsanawiyyah (MPTs) didirikan pada tahun 1991. Disusul Madrasah Persiapan Aliyah (MPA) tahun 1998. Masingmasing sekolah persiapan ini berdurasi 2 tahun.

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan berdirinya Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) pada 1994, yang siswanya diasramakan. “Namun, sesuai instruksi Dirjen Pendidikan Pusat, MAK ini akhirnya menjadi MAPK (Madrasah Aliyah Program Kejuruan),” Kata KH Ulil Albab Arwani, pimpinan pondok MAPK. Sedangkan MA TBS sendiri masih menyediakan 3 program (jurusan) yaitu IPA, IPS dan Bahasa.

Untuk menyeimbangkan antara Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), Madrasah TBS juga dilengkapi dengan laboratorium biologi, fisika, kimia, komputer dan multimedia, serta perpustakaan guna menunjang kegiatan belajar mengajar agar lebih baik.

Agamis dan Unggul dalam IPTEK

Sesuai dengan visi misi Madrasah TBS Kudus yaitu “Mencetak kader yang tangguh dalam Iman dan Taqwa, unggul dalam IPTEK beraqidah Ahlussunnah Waljama’ah”, jajaran pengurus Madrasah TBS Kudus menerapkan sistem pembelajaran yang ketat, efektif dan efisien dengan tanpa menghilangkan jati diri salafiyyahnya. Sikap tawadlu’ dan ahlaqul karimah kepada para Masyayikh dan Ustadz selalu ditanamkan kepada siswa baik dalam lingkungan Madrasah maupun di luar Madrasah.

Kiai Musthofa juga menambahkan bahwa MA TBS sendiri mempunyai 48 jam mata pelajaran, untuk Kurikulum Negeri (KTSP) hanya 32 mata pelajaran yang diharuskan dimasukkan, itu sudah termasuk pelajaran agama dari Depag, jadi masih sisa 16 jam pelajaran yang diisi dengan kurikulum lokal berupa kajian kitab kuning (salaf) dalam berbagai disiplin ilmu, seperti nahwu, sharaf, ushul fiqih, balaghah, akhlaq, tafsir, mantiq, falak, tashawuf, faraid, fiqih dan sebagainya. ”Dengan begitu, di samping siswa mendapatkan materi pelajaran sebagaimana di sekolah umum juga menerima materi keagamaan sebagaimana yang diajarkan di pondok pesantren,” terang Kiai Musthofa.

“Bisa dikatakan Madrasah TBS Kudus menggunakan kurikulum plus yaitu satu sisi menggunakan kurikulum salaf dengan kemasan kitabkitab kuning, satu sisi menggunakan kurikulum Negara, baik Diknas maupun Depag,” sahut Ustadz Syafi’i Noor, kepala TU MA TBS.

Guna membekali siswa dengan ketrampilan IPTEK, aktivasi laboratorium selalu ditekankan oleh pihak Madrasah terhadap siswa. ”Hampir tiap hari ruangan laboratorium selalu terpakai dengan penyediaan bahan praktek dari madrasah, di samping ditunjang oleh pengajar yang berkompeten di bidangnya masingmasing, bahkan ada pula dari staf pengajar kami yang menjadi dosen di sebuah universitas swasta terkemuka di Kudus,” imbuh Kiai Mustofa yang juga wakil ketua LP Ma’arif NU Cabang Kudus. Dengan demikian siswa Madrasah TBS Kudus selain cakap dalam ilmu agama juga mumpuni dalam bidang IPTEK.

Selain materi formal, siswa Madrasah TBS Kudus juga disibukkan dengan berbagai kegiatan, utamanya kegiatan ini ditangani oleh IPNU Komisariat TBS. IPNU Komisariat TBS ini seringkali mengadakan kegiatan sosial yang menunjang dan mendukung aktivitas para siswa, seperti bakti sosial, latihan dasar kepemimpinan, diklat jurnalistik, dlsb. ”Sebab, bagi kami, ilmu yang didapat juga harus ditunjang segala aktivitas lainnya,” tutur Kiai Musthofa. Bahkan, sebagai wadah pembelajaran dan mengasah kreatifitas jurnalistik, Madrasah TBS juga menerbitkan buletin bulanan dan Majalah AthThullab. Perkembangan terakhir Madrasah TBS bekerjasama dengan pihak Depag untuk memberikan beasiswa terhadap siswa yang berprestasi untuk kuliah di Universitas Umum dan Keagamaan Negeri seperti UNAIR, UGM, UNDIP, UIN, IAIN dan lain-lain.

Selain itu, Madrasah TBS Kudus juga memberikan beasiswa pada siswa yang berprestasi untuk meneruskan studi ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah, diantaranya ke Universitas AlAzhar Mesir, Syiria, Turki, Arab Saudi, Sudan dan Libya.

“Alhamdulillah, anakanak kita mampu dan tercover untuk meraih beasiswa tersebut untuk melanjutkan kuliah di universitas umum yang notabene didominasi anakanak dari sekolah umum. Selain itu, alumni kami juga banyak yang melanjutkan studi ke luar negeri,” terang ayah lima orang putra ini.

Selain itu, tidak sedikit alumni Madrasah TBS yang telah berhasil menjadi tokoh masyarakat dan di berbagai bidang, khususnya pendidikan. Diantaranya adalah Prof Dr KH Chatibul Umam, rektor PTIQ Jakarta dan salah satu Rais Syuriah PBNU; Prof Dr Ahmad Rofiq, MA guru besar IAIN Walisongo Semarang, sekretaris MUI Jateng dan rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang; H Sirril Wafa, MA, dosen Universitas Islam Jakarta; Dr H Muhayya, MA, dosen pasca sarjana IAIN Walisongo Semarang; dan Prof Dr Maghfur Utsman, guru besar dan mantan rektor perguruan tinggi di Brunei Darussalam. (Syahid/dino)

*) Dimuat di Majalah AULA Edisi Maret 2009


No comments:

Post a Comment