A.
Pengertian Asuransi
Pada prinsipnya, asuransi kerugian
adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan
dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Berikut adalah beberapa
definisi asuransi menurut beberapa sumber :
a.
Menurut Kitab
Undang-undang Hukum Dagang pasal 246
Asuransi atau pertanggungan adalah
suatu perjanjian dengan mana sesorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
yang mungkin terjadi karena suatu peristiwa tak tentu.
b.
Menurut Undang-undang
No. 2 Th. 1992 tentang Usaha Perasuransian
Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak
pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal
atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[1]
c.
Menurut Paham Ekonomi
Asuransi merupakan suatu lembaga
keuangan karena melalui asuransi dapat dihimpun dana besar, yang dapat
digunakan untuk membiayai pembangunan, disamping bermanfaat bagi masyarakat
yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi, serta asuransi bertujuan memberikan
perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan (financial loss), yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga
sebelumnya (fortuitious event).[2]
B.
Macam-macam
Asuransi dan Manfaatnya
a.
Asuransi Jiwa, jenis asuransi ini paling banyak kita dengar sekaligus
asuransi yang paling penting untuk kita miliki. Sangat bijaksana untuk memilih
jenis asuransi ini bagi sobat sendiri, orangtua, istri/suami, anak-anak, bahkan
orang lain yang sobat kasihi. Kita memang tidak menginginkan kejadian buruk
seperti kematian atau kecelakaan, tetapi akan lebih bijak kalau jauh-jauh hari
sudah mengantisipasi hal itu. Terutama tentang masalah keuangan, musibah tidak
mengenal apakah pada saat itu kita mempunyai cukup uang atau tidak.
Oleh karena itu menyisihkan pendapatan sobat untuk memiliki
asuransi jiwa akan sangat membantu, agar kelak tidak menyusahkan orang lain
ketika terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa kita.[3]
b.
Asuransi Kesehatan, dewasa ini, kebutuhan orang akan
kesehatan yang layak semakin meningkat, seiring dengan gaya hidup masyarakat
Indonesia yang semakin berkembang. Kesehatan adalah harta yang mahal harganya.
Hal ini sejalan karena biaya medis dan pengobatan yang bisa dibilang semakin
tidak terjangkau. Ketersediaan dana pada saat kita mengalami sakit yang cukup
serius adalah suatu hal yang mutlak (ini fakta). Biaya rumah sakit seperti
rawat inap, pengobatan, dan layanan-layanan medis lain “biasanya” menggerus
kekayaan seseorang. Oleh karena itu asuransi kesehatan sangatlah perlu untuk
dimiliki setiap orang selain produk asuransi jiwa. [4]
c.
Asuransi Pendidikan, bagi kaum muda yang baru
memasuki dunia pekerjaan, atau mereka yang baru memasuki menikah, asuransi
pendidikan mungkin belum dianggap sebagai kebutuhan yang penting/mendesak.
Namun, sebagai calon Ayah dan Ibu yang baik, dari masa muda inilah kita dituntut untuk berpikir kedepan
mempersiapkan masa depan generasi kita selanjutnya. Kita tahu, dari tahun ke
tahun biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal, apalagi jika kondisi
keuangan tidak stabil. Sebagai orangtua sobat pasti memiliki keinginan untuk
dapat menyekolahkan anak-anak dari jenjang SD, SMP, SMA/Kejuruan, sampai
Perguruan Tinggi. Semakin tinggi jejanjang pendidikan yang harus dijalani,
semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan. Sangatlah bijak bila sobat
sudah merencanakan segala kebutuhan pendidikan tersebut mulai dari sekarang.[5]
d.
Asuransi Kendaraan, dalam berbagai kasus, asuransi kendaraan memiliki
kelebihan tersendiri bagi orang-orang yang melakukan aktifitas secara mobile
(berpindah secara aktif). Sebagai satu-satunya alat transportasi yang
menunjang pekerjaan seseorang, kebutuhan akan asuransi kendaaraan sangat
dibutuhkan. Dengan adanya asuransi kendaraan, seseorang dapat terus fokus pada
pekerjaannya tanpa harus repot mengurusi hal-hal terkait kendaraan, bila suatu
waktu terjadi hal yang tidak diinginkan pada kendaraannya (mengganti komponen
kendaraan sebagian atau seluruhnya).[6]
e.
Asuransi Property/Rumah, properti atau rumah merupakan
kebutuhan yang sudah pasti bagi setiap orang. Dalam hal ini rumah juga tidak
lepas dari resiko adanya kerusakan, baik akibat umur yang sudah lama maupun
kejadian lain yang bisa merusak fungsi dan fisik rumah, seperti kebakaran,
perusakan, pencurian, dan lain-lain. Pembangunan atau renovasi suatu rumah
tentu butuh dana yang besar yang biasanya sudah dipersiapkan di tahun-tahun
sebelumnya. Dengan adanya Asuransi Rumah, sobat dan saya tidak perlu lagi
merasa kuatir mengenai resiko musibah yang kemungkinan terjadi pada rumah
tersebut. Asuransi akan menjamin baik fisik bagunan maupun seluruh isi
perabotan yang ada di dalam rumah, tergantung kemampuan premi yang sobat
bayarkan.[7]
C.
Terjadi dan berakhirnya
Perjanjian Asuransi
1)
Terjadinya Perjanjian Asuransi
Perjanjian
asuransi atau perjanjian pertanggungan secara umum oleh KUH Perdata disebutkan
sebagai salah satu bentuk perjanjian untung-untungan, sebenarnya merupakan satu
penerapan yang sama sekali tidak tepat. Peristiwa yang belum pasti terjadi itu
merupakan syarat baik dalam perjanjian untung-untungan maupun dalam perjanjian
asuransi atau pertanggungan. Perjanjian itu diadakan dengan maksud untuk
memperoleh suatu kepastian atas kembalinya keadaan atau ekonomi sesuai dengan
semula sebelum terjadi peristiwa. Batasan perjanjian asuransi secara formal
terdapat dalam pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang.[8]
Suatu
premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian
karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan yang akan
dapat diderita olehnya, karena suatu kejadian yang belum pasti. Perjanjian
asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a)
Perjanjian
asuransi merupakan suatu perjanjian penggantian kerugian (shcadeverzekering
atau indemniteits contract). Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan
kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu
adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip
indemnitas).
b)
Perjanjian
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat.
c)
Perjanjian
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik.
d) Kerugian yang diderita adalah
sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan
pertanggungan.
Perjanjian
asuransi sebagai perjanjian yang bertujuan memberikan proteksi. Dapat dilihat
dari batasan pasal 246 KUHD, lebih lanjut ditelaah unsur-unsur sebagai berikut:
a.
Pihak
pertama ialah penanggung, yang dengan sadar menyediakan diri untuk menerima dan
mengambil alih risiko pihak lain.
b.
Pihak
kedua adalah tertanggung, yang dapat menduduki posisi tersebut dalam
perorangan, kelompok orang atau lembaga, badan hukum termasuk perusahaan atau
siapapun yang dapat menderita kerugian.[9]
Untuk
menyatakan kapan perjanjian asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan
penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak, dari sudut pandang ilmu hukum
terdapat 2 (dua) teori perjanjian tersebut:
1)
Teori
tawar-menawar (bargaining thoery). Menurut teori ini, setiap perjanjian hanya
akan terjadi antara kedua belah pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang
satu dihadapkan dengan penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan
sebaliknya. Keunggulan toeri tawar-menawar adalah kepastian hukum yang
diciptakan berdasarkan kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak dalam asuransi
antara tertanggung dan penanggung.
2)
Teori
penerimaan (acceptance theory). Dalam hukum Belanda, teori ini disebut
ontvangst theorie mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan umum dalam undang-undang
perasuransian, yang ada hanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak (pasal
1320 KUH Perdata). Menurut teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan
mengikat pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Atas nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta perjanjian
asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi.[10]
Perjanjian
asuransi yang telah terjadi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang
disebut polis (pasal 255 KUHD). Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti
tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Untuk mengatasi
kesulitan jika terjadi sesuatu setelah perjanjian namun belum sempat dibuatkan
polisnya atau walaupun sudah dibuatkan atau belum ditandatangi atau sudah di
tandatangi tetapi belum diserahkan kepada tertanggung kemudian terjadi evenemen
yang menimbulkan kerugian tertanggung. Pada pasal 257 KUHD memberi ketegasan,
walaupun belum dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi sejak tercapai
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Sehingga hak dan kewajiban
tertanggung dan penanggung timbul sejak terjadi kesepakatan berdasarkan nota
persetujuan. Bila bukti tertulis sudah ada barulah dapat digunakan alat bukti
biasa yang diatur dalam hukum acara perdata. Ketentuan ini yang dimaksud oleh
pasal 258 ayat (1) KUHD. Syarat-syarat khusus yang dimaksud dalam pasal 258
KUHD adalah mengenai esensi inti isi perjanjian yang telah dibuat itu, terutama
mengenai realisasi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung seperti:
penyebab timbul kerugian (evenemen); sifat kerugian yang menjadi beban
penanggung; pembayaran premi oleh tertanggung; dan klausula-klausula tertentu.[11]
2)
Berakhirnya Asuransi
Ada
empat hal yang menyebabkan Perjanjian asuransi berakhir, antara lain sebagai
berikut :
a. Karena Terjadi Evenemen
b. Karena Jangka Waktu Berakhir
c. Karena Asuransi Gugur
d. Karena Asuransi Dibatalkan
a)
Karena
Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya
evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap
evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung.
Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya
tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada
penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak
penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi
jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir
sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen).
Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak
berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi
jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi
uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain,
asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan
klaim.[12]
b)
Karena
Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu
evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya
jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis
tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi,
dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada
tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen.
Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi
habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
c)
Karena
Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena
pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi
karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian
atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat
terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut
jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah.
Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali
pembayaran (secara bulanan), Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian,
maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang
dicantumkan dalam polis.[13]
D.
ANALISA
Dalam pembahasan kali ini tentang materi Asuransi yang sedang memusat
dalam negeri kita. Kita sebagai peneliti dalam pembahasan meteri ini
menghasilkan dan banyak menemukan perbedaan-perbedan tentang hukum dan posisi asuransi itu sendiri. Walaupun
yang kenyataanya asuransi atau pertanggungan itu sendiri mengakibatkan
keberuntungan bagi para pelakunya tetapi masih banyak juga yang rugi akibat
asuransi itu sendiri.
Para ulama fiqih berbeda pendapat
tentang hukum kehalalan sistem asuransi. Sebagian mengharamkannya, sebagain
lagi menghalalkannya. Dan di antara keduanya, ada yang memilah hukumnya, dalam
arti tidak semua haram atau halal, tetapi dilihat secara lebih detail dan luas.
Pendapat Yang Mengharamkan
1)
Disimpulkan
Bahwa Asuransi Sama Dengan Judi
Padahal
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Quran telah mengharamkan perjudian,
sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat berikut:
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa“at bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfa“atnya.” (QS. Al Baqarah: 219)
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al Maidah: 90)
Karena
menurut sebagian ulama bahwa pada prakteknya asuransi itu tidak lain merupakan
judi, maka mereka pun mengharamkannya. Karena yang namanya judi itu memang
telah diharamkan di dalam Al Quran.
2)
Disimpulkan
Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Riba
Sebagian
ulama lewat penelitian panjang pada akhirnya mnyimpulkan bahwa asuransi
(konvensional) tidak pernah bisa dilepaskan dari riba. Misalnya, uang hasil
premi dari peserta asuransi ternyata didepositokan dengan sistem riba dan
pembungaan uang.
Padahal
yang namanya riba telah diharamkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam Al Quran,
sebagaimana yang bisa kita baca di ayat berikut ini:
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al Baqarah: 278)
Maka
mereka dengan tegas mengharamkan asuransi konvensional, karena alasan
mengandung riba.
3)
Disimpulkan
Bahwa Asuransi Mengandung Unsur Pemerasan
Para
ulama juga menyimpulkan bahwa para peserta asuransi atau para pemegang polis,
bila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah
dibayar atau dikurangi. Inilah yang dikataka sebagai pemerasan.
Dan
Al Quran pastilah mengharamkan pemerasan atau pengambilan uang dengan cara yang
tidak benar.
Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa,
padahal kamu mengetahui.(QS. Al Baqarah: 188)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(QS. An-Nisa“: 29)
4) Disimpulkan Bahwa Hidup dan Mati
Manusia Mendahului Takdir Allah.
Meski
alasan ini pada akhirnya menjadi kurang populer lagi, namun harus diakui bahwa
ada sedikit perasaan yang menghantui para peserta untuk mendahului takdir
Allah.
Misalnya
asuransi kematian atau kecelakaan, di mana seharusnya seorang yang telah
melakukan kehati-hatian atau telah memenuhi semua prosedur, tinggal bertawakkal
kepada Allah. Tidak perlu lagi menggantungkan diri kepada pembayaran klaim dari
perusahaan asuransi.
Padahal
takdir setiap orang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana
yang disebutkan di dalam Al Quran.
Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu.(QS. Ath-Thalaq: 3)
Dan
Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa
yang telah ditetapkan. (QS. Al Hijr: 4)
Itulah hasil pandangan beberapa ulama tentang asuransi bila
dibreakdown isinya. Ada beberapa hal yang melanggar aturan dalam hukum
muamalah.
Pendapat Yang Membolehkan
Namun
kita juga tahu bahwa ada juga beberapa ulama yang masih membolehkan asuransi,
tentunya dengan beberapa pertimbangan. Antara lain mereka mengatakan
- Pada dasarnya Al Quran sama sekali tidak menyebut-nyebut hukum asuransi. Sehingga hukumnya tidak bisa diharamkan begitu saja. Karena semua perkara muamalat punya hukum dasar yang membolehkan, kecuali bila ada hal hal yang dianggap bertentangan.
- Karena pada kenyataannya sistem asuransi dianggap dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
- Asuransi telah nyata menyantuni korban kecelakaan atau kematian dalam banyak kasus, termasuk juga pada kerusakan atau kehilangan harta benda, sehingga secara darurat asuransi memang dibutuhkan.
Kriteria Asuransi Yang Halal
Asuransi
sistem syariah pada intinya memang punya perbedaan mendasar dengan yang
konvensional, antara lain:
- Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Di mana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (juAl beli antara nasabah dengan perusahaan).
- Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
- Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
- Bila ada peserta yang terkena musibah, untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
- Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
- Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
Demikian inilah diantara
posisi dan hukum asuransi yang telah di kemukakan para ulama ahli fiqih mereka
berpendapat bahwa asuransi mempunyai beberapa kriteria tersendiri ada yang
mengatakan halal,haram dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir,Ank
dan Lembaga Keuangan Lainnya edisi ke-6,PT.Raja Grafindo:Jakarta,2002
Subagyo
dkk,Bank dan Lembaga Keuangan lainnya Edisi ke 2,Sekolah tinggi
ilmu
ekonomi YKPN,Yogyakarta,1998
Totok
Budisantoso dkk,Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2,Salemba
empat,Jakarta,2006
Muhammad Abdulkadir,Hukum
Perusahaan Indonesia,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung.
Muhammad
Syafi’i Antonio,Asuransi dalam Perbankan
Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMI dan Takaful) di
Indonesia,(Jakarta:Rajawali Pers,1996).
Ali Yafie,Asuransi
dalam Syariat Islam,Makalah Diskusi dalam Forum “Kajian Agama Majelis
Sunday”,Jakarta 31 Juli 1994.
Muhammad Syakir Sula,“Kinerja Asuransi Tahun 2002”,dalam www.modalonline.com.Selasa,14
Januari 2003.
[1] Kitab
Undang-undang Hukum Dagang - Prakoso, D. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004. -
Volman, A.F.A Het Net Handlesrecht, 1953 LAMPIRAN 1. Penjelasan singkat tentang
Perusahaan Asuransi PT. Allianz Utama Indonesia 2. Penjelasaan tentang
Produk-produk Perusahaan Asuransi PT. Allianz Utama Indonesia 3. Berkas
penetapan besaran premi. Hlm 3-9.
[2]
Muhammad Abdulkadir, Hukum
Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,Hlm 78-81.
[3] Muhammad
Syafi’i Antonio, Asuransi dalam Perbankan
Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 1996).Hlm 80-82
[4] Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit
Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta,
1999.Hlm 84-85
[5]
, Prof. Drs H. Masjfuk Zuhdi. MASAIL FIQHIYAH, PT Toko
Gunung Agung, Jakarta: 1997, Hal.102.
[6]
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti.1999.Hlm 93
[7]
Rokhman, M.Ag Roli Abdul. Fiqih 2 MA. Jawa Timur: PT Wahana
Dinamika. 1999.Hlm 54-55
[8]
Ali Yafie, Asuransi dalam Syariat Islam, Makalah Diskusi dalam Forum “Kajian
Agama Majelis Sunday”, Jakarta 31 Juli 1994.Hlm 32-34
[9]
Ali Yafie, Asuransi dalam Syariat Islam, Makalah Diskusi dalam Forum “Kajian
Agama Majelis Sunday”, Jakarta 31 Juli 1994.Hlm 54-57
[10]
Ali Yafie, Asuransi dalam Syariat Islam, Makalah Diskusi dalam Forum “Kajian
Agama Majelis Sunday”, Jakarta 31 Juli 1994.Hlm 60-62
[11]
Muhammad Syakir Sula, “Kinerja Asuransi
Tahun 2002”, dalam www.modalonline.com. Selasa, 14 Januari 2003.Hlm
90-91
[12]
Muhammad Syafi’i Antonio, Asuransi dalam Perbankan Islam dan
Lembaga-Lembaga Terkait (BMI dan Takaful) di Indonesia, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1996).Hlm 77-79
[13]
Op. Cit.